"Ibarat tukang cukur, kita harus selalu memangkas jika ada dahan atau ranting yang tidak diinginkan tumbuh. Bahkan suatu saat kita juga bisa membentuk dahan baru dengan bentuk yang kita inginkan," ujar Saptodarsono (65). Mantan anggota TNI AD ini sudah lama menjadi penggemar bonsai dan memiliki ratusan koleksi.
Berkembang di Indonesia sejak tahun 1970-an, bonsai kini memiliki perkumpulan yang sangat luas. Bahkan, perkumpulan ini memiliki lebih dari 50 cabang di seluruh Tanah Air dengan anggota sekitar 10.000 orang. "Kalau ada pemilu nanti, kita akan maju dengan partai bonsai," seloroh Saptodarsono yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI).
Sapto memang hanya berseloroh. Pasalnya, para penggemar bonsai merasa lebih tertarik pada tanaman daripada dunia politik. "Mengurus tanaman itu bisa menghilangkan stres dan sikap egois," kata Jongky B Sulistio (59).
Jongky yang kini memiliki usaha jual beli bonsai di Pluit, Jakarta Barat, ini sudah menggeluti bonsai sejak 16 tahun lalu. Hasil karya seni bapak dua anak dan kakek satu cucu ini sekarang lebih banyak dipajang di pinggir jalan Pluit. "Di rumah sudah tidak ada tempat lagi. Bonsai saya harus berdesak-desakan dengan tanaman bunga dan tanaman buah milik istri," tutur Jongky yang mulai bergabung dengan PPBI tahun 1992.
Rumah Budi Sulistyo (54) juga penuh dengan bonsai. Di halaman belakang dan lantai dua rumah pengusaha bidang properti ini penuh dengan bonsai. Agar bisa menampung semua koleksi bonsainya, Budi sampai harus membuat atap dari beton cor di atas tempat parkir mobilnya. Atap beton itu digunakan sebagai tumpuan untuk menyimpan koleksi bonsainya. "Saya melarang anak-anak main ke lantai dua. Takut bonsai saya rusak," tutur Budi.
Bertahun-tahun
Merawat atau membuat bonsai membutuhkan kesabaran tinggi dan ketekunan. Bagaimana tidak, dari mulai menanam hingga menjadi pohon bonsai sempurna membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Untuk merawat bonsai kecil, berukuran sekitar 15-30 sentimeter, misalnya, bisa membutuhkan waktu hingga
Sejak kecil Budi memang sudah menyukai tanaman. Dia belajar membuat bonsai pertama kali ketika masih kuliah di Universitas Gadjah Mada
Kontes bonsai internasional juga pernah mencatat nama Sue Aziz (70). Sue pertama kali menang pada kontes bonsai tingkat dunia di
"Perkenalan" Sue dengan dunia bonsai berawal dari ketidaksengajaan. Di samping rumahnya, Sue menemukan pohon beringin yang tumbuh di pagar tembok. Pohon beringin itu kelihatan sudah tua, tetapi bentuknya kecil. "Saya berpikir apa ini yang namanya bonsai," kata Sue. Dia lalu memindahkan beringin kecil itu ke dalam pot. Untuk belajar bonsai, Sue rela "mengejar" seorang master bonsai di
Berburu bahan
Selain membentuk tanaman, hal paling seru dari mengoleksi bonsai adalah berburu bahan. Bahan yang dicari adalah pohon berkayu yang nantinya bisa dibentuk sebagai bonsai. Pertama kali berkecimpung di dunia bonsai, para penggemar bonsai berburu bahan sendiri. Mereka pergi ke pelosok daerah untuk mencari pohon berkayu yang bisa dijadikan bahan bonsai.
Gatot Suroso (54) pernah mengalami suka duka berburu bonsai. Demi mendapatkan bahan bonsai yang bagus, Gatot rela keluar masuk hutan dan mendaki gunung. Setiap kali berburu bahan, Gatot selalu membawa ransel, pahat, dan gergaji. "Kalau ke luar
Pulang dari berburu bahan, Gatot tidak langsung istirahat. Pria yang bekerja di Kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tangerang ini langsung menyediakan media untuk menanam bahan bonsai yang didapatnya. "Saya pernah didamprat istri gara-gara terlalu asyik dengan bonsai," tutur Gatot yang kini memiliki puluhan koleksi bonsai dari berbagai jenis pohon.
Bagi yang sudah sukses menekuni bonsai, berburu bahan sendiri sudah jarang dilakukan. Untuk berburu bahan, biasanya mereka memakai jasa orang lain yang biasa disebut petani.
Wijaya (42), kolektor bonsai yang dulu pernah berburu bahan bonsai sampai ke Timor Timur ini, sudah menggunakan jasa petani sejak 13 tahun lalu. Untuk berburu bahan, petani ini diberi modal awal Rp 10 juta. Kalau bahan bonsainya bagus, petani bisa mengantongi untung lebih dari Rp 10 juta.
"Mereka sudah tahu mana bahan bonsai yang bagus dan mana yang tidak," kata Wijaya yang bekerja sebagai wiraswasta besi dan bonsai. Wijaya memiliki koleksi bahan dan bonsai yang sudah jadi hingga 500 pohon. Koleksi itu dijual dan sebagian lagi disimpan sendiri.
Menggemari bonsai tidak selalu harus mengerti bagaimana cara membuat dan merawat bonsai. Saptodarsono, misalnya, memiliki banyak koleksi bonsai, tetapi jarang sekali membuat atau merawat bonsainya sendiri.
Untuk perawatan bonsai, Sapto memanggil tenaga perawat bonsai (trainer) setiap dua minggu sekali atau satu bulan sekali. Biaya untuk trainer ini berbeda-beda, tergantung kemampuan orangnya. Untuk trainer yang sudah ahli, biayanya bisa mencapai Rp 400.000 per hari. (Lusiana Indriasari)
Sumber: Kompas
0 comments:
Post a Comment